(Lagi) Kiat Teknis Mengirim Naskah ke Media Massa (via pos)

Di suatu pagi yang segar, diiringi cericit burung ditiup udara sejuk, sambil menyeruput kopi tiba-tiba pak Fulan terbelalak. Bukan karena tersedak. Matanya tak percaya membaca tulisan yang menurutnya biasa-biasa, tapi bisa tampil di harian pagi yang dipegangnya. “Kalau tau begini aku sudah bikin darti dulu-dulu”.

Gambaran di atas hanyalah fiktif. Cuma karangan belaka. Namun tidak menutup kemungkinan, anda pernah mengalaminya bukan? Melihat tulisan yang dimuat di media, lalu kepingin mengirim yang serupa. Berharap dapat duit dan terkenal.

Tapi, bagaimana caranya?

Aha! Saya punya solusinya! (diucapkan sambil menunjuk ke atas dan mata mengerjab-ngerjab) :-P

Sesuai judulnya, postingan saya kali ini masih berhubungan dengan tulisan saya sebelumnya, membahas seputar: kiat teknis mengirim naskah ke media massa. Namun secara lebih khusus yang ingin saya ulas adalah teknis pengiriman via pos.

Demi mempermudah pemahaman, kiat-kiat teknis mengirim ini saya kelompokkan menjadi 3 tahapan, yaitu: sebelum , ketika, dan sesudah menulis naskah. Berikut uraiannya:

Sebelum menulis

  1. Mengenali segmen media
    Setiap media massa punya kelompok sasaran audiens. Siapa yang hendak disasar sebagai pembaca, biasanya sudah ditetapkan sejak awal media didirikan. Sasaran audiens inilah yang juga sering disebut segmen media.

    Dengan mengenal segmen media yang hendak dipilih untuk dikirimi naskah, anda akan tahu, naskah anda lebih cocok untuk pembaca yang mana. Isi naskah pun bisa menyesuaikan dengan segmen medianya.

  2. Mengenali karakter media
    Masih serupa dengan kiat nomor 1 di atas, agar naskah kita sesuai, akan lebih baik kalau kita mengetahui karakter media. Meski segmen pembacanya sama, bisa jadi karakter media tersebut berbeda.

    Misal: media A dan media B menyasar konsumen yang sama, yaitu kalangan remaja. Namun media A lebih menyukai cerita tentang perjuangan, sementara media B lebih welcome dengan cerita cinta-cintaan. Ini sangat mungkin terjadi.

    Lalu bagaimana cara mengetahui karakter sebuah media? Lakukan riset sederhana dengan membaca dan mengamati tulisan-tulisan yang dimuat di media tertentu. Dengan begitu anda akan mengetahui karakter media tersebut.


Ketika menulis
  1. Buat tulisan menarik sekilas pandang
    Ada semacam pameo yang akrab dalam dunia marketing: "Sebelum konsumen tertarik dengan produk, ia harus tertarik dengan penampilan penjualnya". Nampaknya pameo itu masih relevan digunakan dalam rangka mengirim naskah ke media.

    Setiap hari, seorang redaktur berhadapan dengan naskah-naskah yang terkumpul begitu banyaknya. Besar kemungkinan ia tidak akan meneliti dan membaca setiap naskah satu per satu. Iya kalau cuma satu dua naskah, kalau ratusan? Belum lagi ada deadline yang menanti mereka. Maka redaktur akan memilih tulisan yang paling menarik di antara sekian banyak naskah.

    Anda tidak perlu merias naskah dengan banyak foto atau bahkan menempel hiasan kertas warna-warni demi membuat naskah terlihat menarik. Yang begitu itu bukan menarik, tapi norak. :> Tulisan menarik yang dimaksud di sini cukup dengan menulis naskah dengan rapi dan jelas.

    Beberapa cara sederhana yang bisa dilakukan, misal dengan memberi garis tepi (margin) 3 cm di setiap sisi tulisan, menggunakan spasi 1,5 atau dobel spasi, dan sebagainya. Dengan begitu naskah yang anda kirim tidak kelihatan rumit dan berat.

  2. Ikut aturan main
    Setiap media massa punya aturan main tentang teknis penerimaan naskah. Aturan ini bisa tentang jumlah karakter maksimal, jenis dan ukuran kertas, atau bisa juga tentang lewat mana naskah itu harus dikirim—apakah pos, email, atau fax.

    Aturan-aturan seperti itu biasanya dicantumkan dalam media massa. Anda bisa melihatnya. Kalau toh aturan-aturan seperti itu tidak dicantumkan, tak ada salahnya bertanya langsung ke redaksi. Lewat email, telepon, atau apa saja terserah. Seperti yang sudah saya lakukan dan tulis di postingan yang lalu (lihat di sini).

    Amat disayangkan bila karya anda yang bagus ditolak hanya karena kepanjangan atau malah terlalu pendek. Tidak sesuai dengan aturan media yang bersangkutan.

  3. Tak kenal maka tak sayang
    Meskipun bukan yang utama dan satu-satunya, nama besar seorang penulis sering dijadikan jaminan tulisannya akan dimuat, dengan anggapan bahwa naskah yang ditulis pasti berkualitas. Tidak semua media memprioritaskan nama penulis ketimbang mutu tulisan. Maka tidak perlu khawatir tulisan anda langsung ditolak, hanya karena anda seorang pemula.

    Anda bisa menjadi terkenal meski belum pernah ada tulisan anda yang dimuat. Caranya? Perkenalkan diri setiap kali mengirim naskah. Sertakan biodata diri, secukupnya saja. Sertakan pula prestasi yang pernah anda raih seputar penulisan—bila ada.

    Dengan selalu memperkenalkan diri, sementara frekuensi pengiriman anda semakin tinggi, besar kemungkinan nama anda akan dikenal redaksi. Kemungkinan untuk dimuat pun semakin besar. Coba saja!


Setelah tulisan rampung dan siap kirim
  1. Agar amplop mudah dikenali
    Dari sekian tumpuk amplop yang masuk di meja redaksi, isinya ada bermacam naskah. Biasanya, amplop-amplop itu kemudian dipilah-pilah sesuai dengan kategorinya—apakah termasuk cerpen atau opini—tanpa melihat dulu isinya.

    Agar naskah anda teridentifikasi jenisnya, tulis kode yang sesuai di sisi kiri atas amplop. Misal yang anda kirim cerpen, tulis di sana: CERPEN. Dengan membantu tugas redaksi mengenali jenis tulisan, terbuka juga peluang naskah anda akan sampai di tangan redaktur yang bersangkutan. Karena biasanya setiap jenis tulisan ditangani redatur yang berbeda.

  2. Agar naskah anda tidak terbuang percuma
    Setiap penulis pasti berharap besar besar agar naskah yang dikirim selalu dimuat. Namun faktanya, tidak bisa begitu. Salah besar bila naskah yang ditolak hanya dialami para pemula. Yang senior pun juga mengalaminya.

    Agar naskah "tak layak muat" tidak terbuang percuma, sertakan prangko balasan. Tujuannya, supaya naskah bisa kembali ke tangan anda, disertai alasan penolakan. Kalau alasan penolakan karena naskah tidak sesuai dengan visi-misi media, anda bisa mencobanya mengirim ulang ke media lain yang lebih sesuai. Naskah anda pun tak jadi terbuang percuma bukan?

Itulah kiat-kiat sederhana yang mungkin dianggap sepele, namun ternyata berpengaruh terhadap pemuatan.

Sekarang kan jamannya internet. Kenapa tidak mengirim lewat internet saja?

Aha, saya suka pembaca kritis seperti anda! :> Jangan khawatir, untuk posting berikutnya saya akan membahas teknik mengirim naskah via email untuk melengkapinya.

Semoga berguna. Selamat mencoba.
:>


Bahan tulisan dari:
  • Nerwsletter BelajarMenulis.com karya Jonru (www.jonru.net)
  • Buku Mengarang Itu Gampang karya Arswendo Atmowiloto. Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama.

0 komentar:

Posting Komentar