Nasehat Bagi Anda yang Merasa "Terjebak" di Tempat yang Salah

Sudah agak lama sebenarnya saya ingin memposting tulisan ini. Kira-kira sejak akhir bulan Oktober lalu. Tepatnya setelah saya membaca postingan winterwing, yang berisi (menurut saya) keluhan atas tempat kuliah. Namun karena kesibukan kuliah (atau memang manajemen waktu saya yang payah? hehe), saya baru bisa memposting tulisan ini sekarang.

Mengapa saya merasa perlu menaggapi postingan itu? Karena saya juga pernah mengalami hal yang serupa dengan dia di awal-awal masuk kuliah dulu. Saya, waktu itu, merasa "tersesat di tempat yang salah". Dan mengenai itu sebenarnya juga sudah saya posting di blog ini dengan judul: Sebuah Catatan. Berhubung setelah saya baca lagi tulisan saya itu rasanya kok sulit dipahami, saya pun tergerak menulis ulang tulisan yang serupa dengan itu, namun dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti.

Pengalaman yang akan saya bagi ini merupakan sebuah ekspresi kegundahan perihal kedaan kampus yang saya ungkapkan kepada dosen melalui email. Victory nama dosen itu. Dia adalah dosen tidak tetap, yang selain mengajar di kampus saya, juga mengajar sebuah kampus terkemuka di kota M.

Sekiranya pengalaman ini terasa amat sederhana, mudah-mudahan setelah ditulis ada manfaatnya. Mengutip kalimat Trisnoyuwono dalam sebuah buku berjudul Proses Kreatif: "Anggaplah tulisan ini sebagai omong-omong antara kawan atau obrolan di waktu senggang". :>

Begini isi email saya:

Apa yang Bapak lakukan jika menjadi saya / kami yang "terpaksa" kuliah di kampus yang kurang bisa diharapkan (karena iklim belajar & sarana yang kurang memadai). Tentunya kami gak mau kelak jadi sarjana yang cuma punya ijazah. Soalnya ngeri juga kalo lihat sarjana di luar sana yang, walaupun lulusan universitas negeri, banyak yang nganggur..


Lalu, inilah jawabannya. Yang juga dikirim lewat email:

Sampe hari ini aku yakin satu hal :" Life is depend on individual achievement."

Pertama, kamu harus menghargai kesempatan yang kamu dapat sekarang, tentu saja bila dibandingkan banyak pemuda lain yang masih mabuk, teler, dan berharap hidup bisa berubah besok pagi. Sistem hanya mendukung. Kalo kamu merasa sistem kurang mendukung kamu, it's mean you have work harder to cover that weakness. Kalo saran saya, jadi pinter dulu (aja). Dengan jadi pinter, kamu akan berguna buat orang lain. Masalah jadi kaya atau tidak, itu pilihan. Hehehe,..

Kedua, apa yang kamu dapat sekarang adalah apa yang kamu tanam bertahun-tahun lalu, dan apa yang kamu peroleh besok adalah apa yang kamu mulai simpan dari sekarang. Jadi, kembangkan diri kamu semaksimal mungkin dengan inisiatif sendiri; banyak baca, lihat dan denger, lalu simpan baik-baik.

Jangan khawatir, hidup itu bukan ditentukan oleh hal-hal sederhana seperti yang kamu khawatirkan sekarang. Tapi banyak hal lain yang kelak kamu sadari jauh lebih berharga daripada sekedar bekerja dan cari duit.
……….
Intinya adalah: pilih jalan yang kamu yakini. Mau itu bisnis, belajar ketrampilan tertentu atau apapun dan jalani dengan sungguh-sungguh. Bayarannya pasti datang nanti.

Sekedar kamu tahu, sarjana-sarjana (dari kampus) negeri yang nganggur itu bukan karena sistem yang gagal menempa mereka, tapi justru mereka sendiri yang gagal memanfaatkan sistem untuk mendukung mereka.

May Allah bless you! Just believe that life is much more precious when you fight for it!

Sungguh itu merupakan sebuah motivasi berharga bagi saya. Sejak saat itu, saya lebih semangat kuliah. Tak lagi mengeluh dengan keterbatasan fasilitas kampus. Tak ada lagi pikiran bahwa saya telah salah pilih kampus. Kalau toh ada kekurangan materi yang saya terima di kampus, saya berusaha memenuhinya dengan sering-sering berkunjung ke Perpustakaan Nasional Bung Karno, yang kebetulan juga berada di kota Blitar. Dan lokasinya tak begitu jauh dari kampus.

Memang, setelah mendapat motivasi dari dosen saya itu, rasa "tersesat" saya tidaklah hilang sepenuhnya. Tapi, bila sebelumnya saya merasa tersesat di tempat yang salah, sekarang saya merasa telah tersesat di jalan yang benar, tempat yang tepat! Hehehe,.

Bagi anda yang sekarang merasa posisi anda jauh dari harapan ideal, tak usah minder dan hilang semangat. Banyak kok mereka yang tetap berprestasi meski berada di tempat yang sarat keterbatasan.

Eni Kusuma, penulis buku motivasi Anda Luar Biasa!!!, dulunya adalah seorang pembantu rumah tangga sekaligus TKI di Hongkong. Tentu bila ia hanya meratapi keadaannya di rumah majikan yang menyuruh-nyuruhnya setiap saat, takkan muncul buku ispiratif yang akhirnya menjadi best seller itu.

Andrea Hirata adalah juga lulusan Sekolah Dasar yang katanya belajar di ruangan yang lebih mirip kandang kambing daripada tempat belajar, toh akhirnya ia bisa mendapat beasiswa ke luar negri.

Jadi intinya adalah: Nyalakan semangat di hati anda, maka segala masalah takkan ada artinya lagi!!

Hmm..masihkah anda merasa "terjebak" di tempat yang salah?
:-)

Artikel Marketing : Teknik Menjual Tanpa Memaksa

Wah, tanpa terasa lebaran sudah lewat beberapa hari lalu. Bicara tentang lebaran, seolah tak bisa lepas dari berbagai hal baru; perabotan baru, penampilan baru, dan semoga jiwa kita pun kembali baru (bersih), bagi kita yang getol silaturahmi selama lebaran.

Mengenai berbagai hal baru ini, mungkin yang paling berkesan bagi kita, terutama pengalaman masa kecil, adalah baju baru. Seperti sudah menjadi budaya, bahkan sempat dibuatkan lagu segala, lebaran identik dengan baju baru. Belum sempurna rasanya berlebaran tanpa baju baru. Padahal, mengenai baju baru, sedikit pun tak pernah disinggung dalam ajaran islam. Jadi bagi anda yang tak bisa memakai baju baru di lebaran kemarin, tak perlu khawatir dan berkecil hati. Dijamin itu tidak akan mengurangi makna sejati hari Idul Fitri.:-)

Oiya, mumpung kebetulan ngomongin baju (padahal disengaja. Hehe,.), saya mau membahas sedikit tentang hubungan antara penjual baju di pasar tradisional dan teknik menjual informasi lewat internet. Lho, memangnya ada hubungannya? Tentu ada. Nah, daripada penasaran, silakan disimak uraian saya berikut.

Dulu sewaktu kecil, setiap mendekati lebaran, saya dan adik selalu diajak ibu pergi ke pasar tradisional. Betapa senangya hati saya setiap hal itu terjadi. Karena sebentar lagi saya bisa memakai baju baru untuk berlebaran. Kenapa harus membeli baju di pasar? Selain harganya bisa nego, biasanya ibu juga membeli bahan-bahan makanan untuk persiapan lebaran. Jadi sekali jalan, ada beberapa tujuan yang bisa terpenuhi. Orang sekarang bilang : efisien.

Dari “ritual” menjelang lebaran itulah saya menemukan hal menarik dan berkesan tentang pedagang pasar yang sampai sekarang masih saya ingat.

Ketika memasuki pasar, para penjual baju yang berada di samping kiri-kanan jalan selalu berlomba-lomba untuk menjaring pembeli. Mereka merayu setiap pengunjung pasar yang lewat di depan kiosnya. Tak jarang, mereka sampai menuntun pengunjung (dengan memegang tangan) untuk mampir ke kios mereka, dengan harapan si pengunjung tadi akan membeli dagangan mereka. Namun sayang, cara mereka menjaring pembeli dilakukan dengan agak memaksa.

Itulah yang membuat saya selalu ogah-ogahan bila diajak pergi ke pasar. Meski keinginan untuk memiliki baju baru begitu tinggi. Dari situ kemudian saya punya kesimpulan: meski sebenarnya si pedagang berniat baik, yaitu membantu memberi informasi kepada calon pembeli tentang barang yang dibutuhkan, namun bila cara memberi informasi itu kurang tepat, si calon pembeli justru merasa risih. Bukannya membeli, dia malah kabur melarikan diri.

Peristiwa itu ternyata juga terjadi dalam dunia Bisnis Internet.

Tentu anda pernah melihat iklan internet yang ketika anda membuka alamat situs tertentu, ada semacam banner berisi tawaran (sejenis iklan) yang menginginkan anda untuk membeli atau bergabung dengan produk yang ditawarkan. Sering penawaran itu dilakukan melalui lembaran lebar yang menutupi layar monitor dimana anda tengah asyik mencari informasi tertentu. Tentu jika anda sudah begitu akrab dengan internet, akan merasa terganggu dengan iklan seperti itu (kecuali mungkin anda masih sangat pendatang baru di dunia internet, sehingga mudah terpengaruh dengan tawarkan menggiurkan).

Dijamin, ketika menemui jenis iklan seperti itu, bukannya meng-klik dan mencari informasi lanjutan, anda justru mengklik ikon close agar tawaran iklan tersebut segera enyah dari hadapan anda. Benar begitu?

“Lalu bagaimana menawarkan produk yang baik tanpa membuat calon pembeli merasa terganggu dan jengkel?”

Nah, itu pertannyaan yang saya tunggu sedari tadi. Mohon bersabar dan terus simak tulisan saya. :-)

Anda bisa menawarkan produk informasi anda kepada pengunjung blog / website anda melalui artikel internet.

"Emang apa bedanya dengan beriklan secara langsung?"

Tentu berbeda. Bayangkan bila suatu saat anda membeli baju (ah. Lagi-lagi tentang baju..) di sebuah toko (aha, kali ini bukan di pasar!). Ketika anda dibiarkan melihat-lihat dulu, tanpa “diganggu” dengan semacam bujukan (atau paksaan?) untuk segera membeli, maka anda akan merasa lebih leluasa dalam melakukan pertimbangan. Apalagi bila si pelayan toko, ketika anda bertanya, ia akan menjelaskan plus-minus baju itu bagi anda, memberi masukan dan saran, barulah anda merasa tertolong dan benar-benar menganggap bahwa anda telah mendapat informasi.

Dalam bisnis internet, anda tak perlu beriklan secara terang-terangan dan berkali-kali menunjukkan kehebatan produk anda, dengan harapan pengunjung segera mengambil tindakan untuk membeli produk anda. Namun anda bisa menyisipkan produk anda di sela-sela tulisan bermanfaat yang sedang anda sampaikan kepada pengunjung / pembaca artikel blog anda.

Bingung? Oke ambil contoh. Misalkan anda hendak menjual informasi tentang: "Trik Jitu Berbisnis Tanpa Meninggalkan Aktifitas Utama". Atau, "Kiat Meraup Untung Dari Bisnis Internet". Atau apa lah terserah anda. Maka akan lebih baik kalau anda menulis sebuah artikel yang berhubungan dengan Bisnis Internet, lalu di sela-sela artikel, anda menyisipkan petunjuk mengenai produk anda yang masih berhubungan dengan bisnis internet. Misalnya, “Wah, kebetulan saya punya e-book yang khusus membahas secara gamblang tentang Bisnis Internet Bagi Pemula seperti anda. Informasi lengkapnya, silakan klik disini”. Itu contoh.

Tapi ingat, artikel tersebut haruslah tetap bermanfaat dan menarik bagi pembaca blog anda. Bukan semata-mata berisi bujukan dan rayuan agar pembaca segera membeli produk yang anda jual.

Dengan begitu, pembaca blog anda tidak merasa terganggu, jualan anda pun laku. :-)
Mau coba?

Oya, mumpung masih syawal, saya mengucapka mohon maaf lahir batin.

NB : artikel di atas sebenarnya merupakan pemahaman saya dari artikel milik saudara Joko Susilo dan Jonru, yang saya tulis ulang dengan bahasa saya sendiri. Sesuai dengan pemahaman saya.

Kiat (teknis) Mengirim Cerpen Ke Media Massa

Alhamdulillah..! Plong rasanya ketika naskah cerpen saya selesai, masuk amplop, dan diterima Pak Pos. Naskah itu sedianya saya kirim ke redaksi Jawa Pos. Perkara dimuat atau belum, itu urusan belakang. Saya (hampir) tak pernah memikirkannya. Yang penting ngirim.

Namun setibanya di rumah, saya kepikiran juga ketika Pak Pos menerima naskah saya tadi. Bukan karena saya terpesona dengan wajah ramah Pak Tukang Pos (emangnya jeruk nyruput jeruk! Hwehehe,.). Tapi saya kepikiran, wah ternyata ongkos ngeposkan mahal juga ya. Apalagi untuk ukuran mahasiswa seperti saya. 15 ribu lo. Uang segitu bisa buat ongkos berangkat-pulang kuliah saya selama 3 hari. Itu pun kalau beli bensinnya di pom, masih ada sisa buat beli permen. Lumayan, dapat 15 biji! Dari 15 ribu itu pun belum termasuk beli amplop dan ngeprint.

Lha kalo cuma ngirim sebulan sekali sih tak terlalu masalah. Tapi kalo (misal) ngirimnya tiap minggu? Wah, bisa-bisa kuliah jalan kaki nih, karena jatah bensin cuma buat ngirim naskah. Itulah pikiran saya kemudian.

“Kenapa tidak dikirim lewat email saja? Bukankah sekarang eranya internet?!”. Nah saya dengar tadi anda bertanya begitu. Oke, terimakasih atas saran anda (Wuih, sok tau. :-p). Awalnya saya juga sempat kepikiran begitu. Namun entah kenapa_setelah tau info dari internet bahwa tidak semua media mau menerima naskah dalam bentuk email dan ada media yang sampai hari gini masih suka cara konvensional, yakni lewat pos_saya akhirnya memilih cara yang terakhir.

Nah, daripada saya bingung mikir lewat pos atau email, saya tanya langsung saja kepada media bersangkutan. Bagaimana mereka menetapkan kebijakan mengenai teknis penerimaan naskah cerpen. Berikut jawaban yang saya terima dari pertanyaan yang saya kirim lewat email.


  1. Suratkabar Kompas
    Diketik di halaman kuarto. Spasi rangkap dengan ketentuan maksimal 12.000 karakter termasuk spasi.

    Naskah bisa dikirim via pos, email, maupun fax.
    Alamat pos : Jln. Palmerah Selatan, No. 26-28, Jakarta 10270.
    Alamat email : opini@kompas.co.id
    Fax : 5486085.

    Proses seleksi naskah selama sekitar 2 minggu. Apabila dimuat, tidak ada pemberitahuan. Namun bila tidak dimuat, naskah akan dikembalikan melalui cara pengiriman.


  2. Majalah Alia
    Alia menerima naskah melalui email dengan alamat : majalah_alia@yahoo.com


  3. Majalah Gadis
    Gadis menerima kiriman naskah melalui email dengan alamat : reni.zahra@feminagroup.com.


  4. Majalah Kartini
    Panjang naskah 13.500 – 14.000 karakter. Tema cerita sesuai dengan majalah Kartini. Tidak mengandung pornografi dan SARA. Sertakan biodata ringkas, alamat, nomor telepon, serta nomor rekening.

    Naskah bisa dikirim via email maupun pos.
    Alamat email : redaksi_kartini@yahoo.com
    Alamat pos : Jl. Garuda No. 80A, Kemayoran, Jakarta Pusat 10620.


Itulah jawaban dari beberapa media yang sempat saya kirimi pertanyaan via email tentang teknis penerimaan naskah cerpen. Saya mengirim pertanyaan kepada 7 media. Namun yang menjawab, ya cuma yang saya sebutkan di atas.

Bila ada yang tanya, kenapa tidak semua alamat media saya tulis lengkap? Memang itu saya sengaja biar lebih ringkas dan to the point. Juga kenapa ada yang saya tulis teknis penulisan cerpen secara lengkap, ada pula yang tidak? Bukan bermaksud merahasiakan dan sebagainya. Bukan. Tapi karena memang itulah jawan yang saya terima. Jadi itu pula yang saya sampaikan.

Nah, bagi anda yang suka nulis cerpen dan kebingungan mau ngirim, semoga apa yang saya sampaikan di atas bisa sedikit membantu.

Dan bagi anda yang ingin ngirim cerpen, namun alamat media yang anda maksud belum tercantum dalam ulasan di atas, saya mohon maaf. Karena masih itu yang bisa saya bagi. Saya sarankan anda bertanya langsung ke redaksi melalui telepon. Nomor telepon redaksi biasanya tertera di bagian bawah “susunan redaksi”. Dan alangkah mulianya bila anda mau membagikannya juga di sini.

Semoga terinspirasi. Selamat berkarya..

Siapa Pun Bisa Jadi Juara, Asal..(#2)


Melanjutkan tulisan saya sebelumnya, bahwa setiap manusia (tanpa terkecuali) asal ada kemauan yang sugguh-sungguh, ia bisa meraih prestasi. Keterbatasan janganlah dijadikan penghambat untuk meraih kecermerlangan.

Saya sudah bercerita tentang Samsul Anwar yang bisa jadi pengusa tinju Asia, padahal tangan kanannya menderita kelumpuhan. Nah, kali ini saya akan bercerita lagi tentang seorang hebat lainnya. Ia juga seseorang yang dilahirkan dengan fisik tak sempurna. Namun ia bukan orang Indonesia, melainkan bangsa Jepang. Sebuah negeri yang sempat lumat digerus bom atom, tapi kini justru membombardir dunia dengan teknologinya.

Hirotada Ototake, nama orang itu. Lahir di Jepang 6 April 1976, Oto (begitu panggilan Ototake) dianugerahi fisik yang sedikit berbeda dengan orang kebanyakan. Ketika bayi, ia nyaris tak punya tangan dan kaki. Dalam istilah medis gejala tersebut disebut sebagai Tetramelia.

Akibat keadaan ini, dokter dan ayahnya menyembunyikan keberadaan Oto dari ibunya. Sang ayah khawatir, ibunya akan kecewa dengan keadaan fisik si jabang bayi yang kurang sempurna itu. Namun naluri kasih sayang seorang ibu tak menyurutkan niat untuk tetap melihat buah hati tercinta. Kekhawatiran sang ayah ternyata tak terbukti. Di luar dugaan, ketika dipertemukan dengan sang buah hati, tenyata justru sang ibu menerima Ototake dengan bahagia dan tulus. “Anakku, kamu sangat tampan,” itulah kata pertama yang diucapkan ibu ketika melihat anak tercintanya waktu itu.

Meski memiliki fisik tak sempurna, orang tua selalu memperlakukan Ototake seperti umumnya anak normal. Segala pekerjaan orang normal juga dikerjakan Oto (memakan dengan sendok atau garpu, menulis, menggunting kertas, juga berjalan tanpa kursi roda). Ia pun bersekolah di sekolah umum. Bukan sekolah khusus yang disediakan bagi anak cacat. Hal ini lah yang membuat Ototake tak kenal dengan kata “cacat”.

Ketika di sekolah, kedaan Oto yang berbeda dengan teman yang lain membuat Oto selalu menerima pertanyaan : “Kenapa, kenapa, kenapa?”. Namun dengan ringan Oto menjawab: “Aku sakit sewaktu masih di dalam perut ibuku. Jadi tangan dan kakiku tidak tumbuh”. Jawaban yang cukup bagi temannya. Oto pun bisa bermain bersama mereka.

Pertanyaan-pertanyaan serupa selalu diterima Oto selama 2 bulan penuh. Dan setiap itu pula Oto selalu menjawabnya tanpa beban. Hebatnya, Oto tak merasa dipandang aneh atas pertanyaan-pertanyaan itu. Dengan kursi rodanya, Oto justru merasa sebagai anak terpopuler di sekolah dan selalu dikelilingi teman-temannya. Hal ini lah yang secara perlahan menumbuhkan sifat keras hati sebagai anak tunggal dalam diri Oto.

Sewaktu TK Ototake pernah menjadi narator dalam pertunjukan sandiwara di TK Seibo. Ketika kelas 5 SD, Oto ikut kegiatan lomba lari dalam rangka memperingati Hari Olahraga. Meski dalam keikutsertaanya ini Oto menempati urutan terakhir, tetapi ada perasaan senang dari Oto. Karena ini adalah lomba lari pertamanya. Dan para penonton mendukung serta memberinya semangat.

Pada kelas 6 SD, Oto juga sempat mengikuti lomba renang yang diikuti oleh siswa dari 3 sekolah dasar. Waktu SMP Oto mendaftar di klub basket. Sewaktu SMP juga, ia terpilih sebagai ketua OSIS!

Saat SMU Oto tergabung dalam jajaran pelatih tim football Toyama Green Hornets. Bahkan mendaki gunung yang menjadi aktifitas sulit, bahkan bagi orang normal sekalipun, Oto juga melakukannya! Dan yang tak kalah mengesankan, ia sejak April 1999 bekerja sebagai co-presenter di sebuah program TV.

Terlalu panjang jika saya ceritakan kehidupan Ototake di sini. Bisa-bisa blog saya isinya kisah Ototake tok (hehehe,.). Saya sarankan, jika anda mau mengetahui biografi Ototake, silakan baca buku yang ia tulis sendiri berjudul : No One’s Perfect. Sebuah buku yang ditulis berdasar kisah nyata terbitan Elex Media Komputindo (Jakarta).

Satu hal yang menjadi kesimpulan dari cerita ini adalah : dengan kekurangsempurnaan yang ada pada dirinya, Oto tetap menegakkan kepala dan mantap menatap ke depan. Ia tak pernah meratapi apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya. Bahkan ikhlas dan mensyukuri hingga mampu meraih prestasi.

Oto membuat orang yang senasib dengan dia jadi bersemangat lagi. Sementara orang normal yang mengetahui kisahnya akan begumam :”WOW!”.

Semoga kisah di atas membuat kita tak mudah mengeluh dengan keadaan kita saat ini. Karena sebenarnya, impian bisa diraih, siapa pun orangnya!

Jadilah juara!

Siapa Pun Bisa Jadi Juara, Asal..(#1)

“Tak ada siswa bodoh. Semua pintar. Yang membedakan adalah rajin belajar dan malas belajar,” begitulah kata Drs. Sugiyadi dalam sambutannya di kesempatan upacara bendera, sekitar tahun 2002.

Saya ingat betul kata-kata itu, meski itu terjadi 8 tahun lalu. Karena saya merupakan satu dari sekian ratus peserta upacara waktu itu. Dan Pak Sugiyadi, begitu murid-murid memanggilnya, adalah guru saya sewaktu STM.

Kenapa saya ingat benar kata-kata itu? Karena mungkin, saya termasuk yang tersindir dengan kata “bodoh” yang beliau ucapkan. Hehehe,..

Sampai sekarang, saya masih pegang kata-kata itu sebagai motovasi hidup saya. Meski saya sudah bukan anak STM lagi. Kenapa? Karena menurut saya, kata-kata itu selalu pas digunakan dalam menjalani kehidupan. Bila dirubah sedikit saja beberapa katanya. Misal : “Tak ada manusia yang diciptakan untuk gagal. Semua bisa berhasil. Yang membedakan (antara gagal dan berhasil) hanyalah tekun berusaha dan malas berusaha”

Memang benar, kesuksesan seseorang bukanlah ditentukan bakat semata. Melainkan usaha tak kenal lelah dari manusia itu sendiri untuk meraih prestasi. Meski punya bakat bagus, tanpa dilatih serius, ya percuma saja. Prestasi akan sulit dicapai (bila tak mau dikatakan mustahil). Sebaliknya, yang tanpa bakat pun, bila mau berusaha keras, sebuah prestasi gemilang hanyalah tinggal menunggu waktu.

“Memangnya ada orang seperti itu?”. Itu kah pertanyaan anda? Saya jawab : ”Tentu saja ada”. Baik saya kasih contoh.

Adalah Samsul Anwar Harahap, seorang atlet tinju Indonesia yang mengharumkan nama bangsa dekade 70an. Mungkin di kalangan remaja sekarang, hanya sedikit yang tahu, prestasinya begitu cemerlang di bidang tinju. Namun barangkali akan lebih sedikit lagi yang tahu, bahwa di balik prestasi yang gemilang itu, ia memiliki keterbatasan fisik. Yakni lumpuh tangan kanan. Karena kedengaran memang tak masuk akal.

Ijinkan saya cerita sedikit mengenai mantan petinju legendaris ini.

Samsul Anwar lahir dalam keadaan fisik yang normal di Pematang Siantar, tahun 1952. Ketika usianya menginjak 2 tahun, ia jatuh sakit akut selama sekitar setengah tahun. Ketika sembuh, ayah-ibunya baru sadar bahwa anaknya menderita lumpuh, saat melihat Samsul kecil tangan kanannya tak bergerak ketika ia berlari.

Beberapa usaha mengembalikan tangannya ke kondisi normal telah dilakukan. Termasuk “menyetrumnya”. Namun terapi dihentikan karena tak nampak hasil yang signifikan. Waktu berlalu, hingga Samsul tumbuh sebagai anak yang apatis menghadapi masa depan, karena mendapat olok-olok dari teman akibat tangan kanannya yang lumpuh.

Namun suatu hari, Nauli Siregar (ibunya) membesarkan hatinya melalui kisah seorang cacat yang sukses menjadi atlet. Wilma Rudolf nama atlet itu. Seorang pelari Amerika Serikat yang merebut medali emas lari 100 meter putri pada Olimpiade Roma (1960). Wilma kala itu begitu dielu-elukan warga Amerika. Karena ia bukan hanya berhasil menjadi pelari tercepat dunia saat itu, tapi Wilma sempat menderita lumpuh kaki kanan akibat polio, semasa kecilnya.

Cerita itulah yang terus terngiang di kemudian hari dalam perjalanan hidup Samsul. Ia selalu bertekad, Wilma yang perempuan saja bisa, ia yang laki-laki juga pasti bisa. Karena tekad dan disertai latihan rutin secara spartan, Olahragawan Terbaik Nasional 1976 versi Wartawan Olahraga ini mulai membuktikan tajinya di bidang tinju.

Prestasi perdananya adalah juara pertama dalam turnamen yang diselenggarakan Pertina (Persatuan Tinju Amatir Indonesia) tahun 1969. Ketika ia masih berseragam abu-abu putih, alias SMA. Lalu berlanjut ke tingkat nasional dengan meraih medali perunggu pada Kejuaraan Tinju Nasional (1971). Dan prestasi internasionalnya yang pertama adalah mendapat medali emas dalam kejuaraan Pesta Sukan di Singapura. Hingga menjadi juara Asia setelah merebut emas dalam SEA Games 1977 di Kuala Lumpur.

Akan terlalu panjang jika saya harus menulis beberapa prestasi yang berhasil ia dapatkan selama karirnya di dunia tinju. Namun satu yang menjadi kesimpulan, bahwa juara sejati bukan berasal dari bakat. Melainkan usaha tak kenal batas menyerah. Siapa pun orangnya, meski ia merasa tak punya bakat, bila serius dalam berusaha, prestasi pun bisa diraih. Samsul Anwar Harahap telah membuktikannya.

Anda tak perlu menjadi petinju setelah membaca tulisan ini (hehe..). Tapi, apa pun bidang yang ingin anda pilih, asal ditekuni, anda pun bisa meraih prestasi!

Semoga terinspirasi.
:>

Sumber : Bukuku Kakiku. Prakata : Jakob Utama, Pengantar : Fuad Hasan.

Kiat Mencari Inspirasi Penulisan (fiksi) ala Pengarang Kenamaan


Anda mungkin merasa kagum kepada beberapa penulis fiksi yang terkenal karena begitu produktif menghasilkan karya. Kelihatannya, mereka begitu enteng menelorkan karya baru dalam waktu yang relatif singkat. Sementara Anda, jangankan produktif, satu karya pun belum juga tercipta.

“Apa sih yang mereka lakukan untuk mencari sebuah inspirasi cerita?”

Pasti itu yang Anda tanyakan! Wah, berarti klop sekali dengan yang akan saya bahas selanjutnya. (Hehe,.Saya sok tahu ya?!)

Baiklah, langsung saja ke inti bahasan. Apa yang akan saya bagikan di sini merupakan pengalaman beberapa pengarang dalam mencari ide penulisan. Siapa tahu Anda berminat, lalu tergugah untuk mempraktekkannya. Kalau pun tidak, sekurang-kurangnya Anda akan tahu bagaimana mereka mencari inspirasi. Apa yang mereka lakukan agar muncul letupan ilham penulisan.



  1. Melakukan Perjalanan

    Dalam melakukan sebuah perjalanan, sering seorang pengarang mengalami peristiwa, atau hanya melihatnya saja, yang kemudian menginspirasinya untuk menulis cerita. Walau itu cuma terjadi sekilas, sepintas lalu.

    Cara ini lah yang menjadi favorit Arswendo Atmowiloto, penulis buku Mengarang itu Gampang, dalam mencari benih ilham tulisan-tulisannya. Saking gemarnya melakukan perjalanan, ia merasa tidak betah untuk berada di belakang meja selama dua bulan.

    Ernest Hemingway, sastrawan negeri Paman Sam, punya cara lebih ekstrem lagi demi mendapat ilham. Ia nekad berlayar sendirian, hingga terciptalah karya fenomenalnya, The Old Man and the Sea.

    Bagi Anda yang suka jalan-jalan, tak ada salahnya cara ini anda coba.



  2. Membaca

    Membaca dan menulis adalah dua aktifitas intelektual yang saling melengkapi,”begitu kata Hernowo, seorang penulis sekaligus editor. Saya setuju sekali dengan pedapat itu. Bacaan, menurut saya, seumpama amunisi untuk mengisi senapan penulis, yang berwujud pena. Semakin banyak membaca, senapan seorang penulis akan semakin terisi oleh amunisi yang siap untuk diletuskan menjadi tulisan. Tinggal dar-dor-dar-dor saja. Ibaratnya seperti itu.

    Beberapa pengarang juga melakukan hal ini. Bahkan mereka dengan terang mengakui telah “mencuri” sebagian kata / kalimat dari karangan milik orang lain.

    Fyodor Dostoyevski dalam Notes From Underground pernah menulis, “Andaikan aku seekor serangga”. Sementara pengarang lain, Franz Kafka terinspirasi oleh kalimat itu dan menulislah cerita berjudul The Metamorphosis, yang di dalamnya ada kalimat: ”Pada suatu pagi, saat Gregor Samsa terbangun dari mimpi buruknya, dirinya telah berubah menjadi seekor serangga besar di tempat tidurnya.”

    Saya sendiri pernah terinspirasi oleh sebuah cerita dari kisah di sebuah buku bernuansa religius, dan menulis sebuah cerpen.

    Banyak juga pengarang yang “menata-ulang” sejarah dalam karya fiksinya. Lho kok? Jangan lho. Tentu yang dimaksud di sini tidak mengubah peristiwa. Melainkan membuat peristiwa sejarah menjadi lebih colourful dengan mengungkapkan setiap detailnya. Bingung?

    Lebih jelasnya begini. Misalkan Anda mau menulis cerita fiksi yang berlatar pembacaan teks proklamasi kemerdekaan RI. Anda memasukkan seorang tokoh, bocah gundul yang megap-megap karena lehernya terjepit di antara lengan orang dewasa gara-gara kepingin melihat Bung Karno dari jarak dekat. Itu boleh. Tapi akan lain urusannya bila Anda, misal, menulis bahwa teks proklamasi sebenarnya yang membaca adalah Bung Hatta dan dibaca tanggal 12 Desember 1945. Itu ngawur namanya.

    Bagi Anda yang kutu buku, cara ini mungkin pas buat Anda.



  3. Ngobrol dengan Orang Lain

    Nah, ini berita gembira bagi Anda yang punya budaya lisan sangat kuat, dengan kata lain suka ngobrol. Juga Anda yang suka nongkrong. Karena dari obolan-obrolan yang Anda lakukan, itu bisa menjadi sumber ide penulisan.

    Mulai sekarang, coba simak baik-baik ketika teman Anda sedang “mendongeng”. Siapa tahu ada konflik dari apa yang ia ceritakan dan bisa digarap menjadi sebuah cerita fiksi.

    Tapi saya sarankan, frekuensi menulis Anda harus lebih banyak dari nongkrong. Jika tidak, salah-salah Anda malah jadi ahli nongkrong. Bukan ahli mengarang.



  4. Pengalaman Sehari-hari

    Kehidupan nyata sehari-hari seorang pengarang sering mewarnai cerita yang mereka ciptakan. Karena memang, mereka mendapat inspirasi dari kehidupan mereka sendiri.

    Ambil contoh. Beberapa tulisan cerita mengenai pengalaman dokter tercipta dari tangan Marga T. dan Mira W. yang memang berprofesi sebagai dokter. Juga Ashadi Siregar yang tulisannya berkutat mengenai dunia kampus, di mana ia sendiri memang seorang dosen.

    Silakan merekayasa pengalaman Anda sehari-hari menjadi cerita fiksi. Siapa tahu, kelak akan muncul karya hebat yang menyangkut pautkan makanan di setiap karyanya. Ini jika (misalkan) Anda, si penulisnya, adalah anak tukang warung. Bisa saja to.



  5. Menggali dari Kisah Masa Kecil

    Tentu Anda sudah tak asing lagi dengan nama Andrea Hirata yang sukses dengan tetralogi Laskar Pelangi-nya itu. Di novelnya yang pertama, Andrea begitu lincah menceritakan para tokoh yang unik. Itu karena memang yang ia ceritakan adalah sahabat-sabatnya sendiri di masa kecil.

    Pengarang luar negeri yang terinspirasi oleh pengalaman masa kecil adalah Leo Tolstoy yang tenar di usia dua puluh dua saat menulis triloginya, Childhood, Boyhood, Youth. Juga Mark Twain yang menggunakan pengalaman masa kecilnya sebagai bahan menulis Huckleberry Finn.

    Jika Crisye pernah menyenandungkan, “Masa-masa paling indah…Masa-masa di sekolah…”. Benar kiranya. Tapi saya ingin menambahi, bahwa masa-masa paling mengesankan (baca : tak terlupakan) adalah masa kecil kita.

    Bagaimana dengan masa kecil Anda?



  6. Melamun

    Ternyata bagi seorang pengarang, melamun juga ada manfaatnya lo. Ya, apalagi kalau bukan untuk mencari inspirasi. Karena memang, aktifitas melamun berhubungan erat dengan berkhayal yang bermuara pada berimajinasi *alah*.

    Kenyataanya, ada juga pengarang yang menggunakan teknik melamun ini ketika hendak menulis cerita. Adalah Ali Akbar Navis atau yang lebih akrab dengan A. A Navis, penulis cerpen Robohnya Surau Kami, sering dapat ilham penulisan ketika jongkok di kakus. Jangan tertawa! Ini dia sendiri yang ngaku.



  7. Tidur dan Bermimpi

    Nah, ini dia berita gembira lagi bagi Anda yang gemar molor. Ternyata ada pengarang yang menjadikan mimpi sebagai ilham penulisan. Walau pun sangat mungkin ia tak hobi tidur.

    Robin Hemley, pengarang The Last Studebaker dan All You Can eat, mengakui bahwa sumber ceritanya adalah mimpi-mipinya.

    Jika Anda mau menuliskan mimpi-mimpi Anda menjadi cerita fiksi, tentu hobi Anda akan lebih berguna bukan? Dan pastinya jauh lebih bermartabat serta halal daripada Anda meramal mimpi Anda, lalu pasang nomer togel. Hehe,..



Itulah beberapa cara para pengarang dalam mencari inspirasi karangan mereka. Sekali lagi saya ulangi kalau cocok, silakan pilih dan mencobanya. Kenapa saya bilang kalau cocok? Karena resep yang sama belum tentu ces pleng untuk pasien yang berbeda. Artinya, pengalaman seseorang belum tentu pas dijalani oleh orang lain. Tapi setidaknya, dari pengalaman orang lain yang mencerahkan, semoga bisa menumbuhkan semangat menulis Anda.

Dan yang tak kalah penting, Anda harus menyiapkan batin Anda untuk setiap saat menerima inspirasi. Ibaratkan batin kita sebagai antena. Sementara inspirasi, berupa sinyal yang terus memancar (tanpa henti), di mana pun tempatnya. Jika antena kita sudah siap menerima sinyal, maka apa apa pun cara yang Anda gunakan (bisa jongkok, tengkurap, kungkir balik, terserah!) sinyal akan mudah ditangkap. Sekecil apa pun itu.

Jika inspirasi sudah dalam genggaman, Anda tinggal memolesnya saja menjadi tulisan.

Nah, semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat.
Selamat mengarang.

Ahmadinejad, The Real Leader

Sedikit ragu sebenarnya saya mau menulis ini. Karena saya mau tak mau akan bicara tentang politik. Padahal blog saya ini tak ada hubungannya dengan dunia perpolotikan.

Tapi saya pikir, ah kenapa tidak. Tokoh yang akan saya tulis adalah seorang yang Luar Biasa (setidaknya menurut saya). Saya pribadi sangat mengaguminya. Tidak menutup kemungkinan, ia akan menjadi inspirasi siapa pun yang mau mengenalnya, setelah membaca postingan saya nanti.

Oke langsung saja. Siapa yang tak kenal Mahmoud Ahmadinejad, presiden terpilih pada pemilu ke-enam Iran (2005), dan terpilih lagi di pemilu berikutnya (2009). Semenjak menduduki jabatannya yang pertama, ia seolah selalu menjadi news maker di dunia internasional. Berbagai “ulah” yang membuatnya jadi kontroversi antar lain : Ia berkeras bahwa Iran berhak mengembangkan teknologi nuklir, seperti halnya Eropa menernakkan reaktor. Dengan berani, dia menyebut Amerika sebagai “preman”. Dan tanpa tedeng aling-aling, ia meminta orang sedunia bersatu padu menggulingkan rezim Zionis di Tel Afiv, Israel.

Kalau cuma itu, tentu saya tak mau repot-repot membahasnya. Tapi saya akan menunjukkan kepada Anda beberapa keunikan yang membuat Ahmadinejad dipandang sebagai sosok Presiden yang unik, bahkan tidak lumrah untuk ukuran “orang besar”, sebelum dan ketika ia memimpin Iran. Keunikan itu adalah :

  1. Ahmadinejad bukan politikus kubu kiri maupun kanan. Bahkan ia samasekali bukan politisi. Tanpa rencana matang membangun basis politik perjuangan kepartaiannya, yang seringkali sarat intrik, persaingan, dan money politic.

  2. Ahmadinejad bukan ulama, tapi berhasil menjadi pemimpin di negeri mullah setelah mengalahkan kandidat mullah.
  3. Sejak Revolusi Islam 1979, kegiatan politik di Iran didominasi kaum bersorban. Dari lima kali pemilu, rakyat Iran seolah selalu menomorwahid-kan kandidat pemimpin dari kalangan ruhaniawan atau mereka yang punya afiliasi ke kalangan ruhaniawan di lingkungan dekat Imam Khomeini (tokoh pencetus Revolusi Islam Iran).

  4. Ahmadinejad bukan pengusaha yang umumnya secara “ajaib” bisa jadi pemimpin.
  5. Ia hanya seorang doktor ilmu transportasi.

  6. Ahmadinejad bukan perwira militer yang bisa membangun jaringan kuat dalam institusi militer yang memungkinkannya masuk dalam kancah politik, apa pun resiko dan bagaimana pun caranya.


  7. Ahmadinejad bukan bangsawan / anak pahlawan yang disegani sehingga dengan mudah meraih simpati, meski tak berpendidikan secara maksimal.
  8. Ia lahir dari bapak seorang pandai besi.

  9. Ahmadinejad tidak bertubuh besar, berpenampilan necis, apalagi rupawan. Beberapa poin yang terkadang menjadi faktor non teknis masa kampanye di Indonesia.
  10. Di sebuah kesempatan temu-muka dengan kalangan mahasiswa Teheran, bahkan ia mengakui sendiri bahwa, “(Saya memang tak punya tampang seorang Presiden). Tapi saya punya tampang seorang pelayan. Dan saya hanya ingin jadi pelayan rakyat”.

  11. Ia tak pandai berdiplomasi (baca : menyusun kata-kata yang ambigu, bersayap, dan bertele-tele). Bahkan ia terkadang geli melihat prosedur protokoler kepresidenan yang umumnya glamour, formal, dan angker.
  12. Kekhasan gaya bicaranya yang to the point juga nampak, sesaat setelah pelantikannya menjadi presiden Iran. Dalam sebuah pertemuan diplomatik (September 2005) yang berlangsung di Markas Besar PBB, ia “dikeroyok” beberapa utusan Eropa. Tak tanggung-tanggung, mereka yang sedang bersatu “menasehati” Ahmadinejad antara lain : Menlu Inggris (Jack Straw), Prancis (Philippe Douste Bazy), dan Jerman (Joschka Fischer). Namun secara mengejutkan, ahmadinejad menegaskan, “Jangan berani-berani mengancam kami dengan dengan segala rupa sanksi atau kalian akan menyesalinya,” setelah para perwakilan Eropa itu membeberkan kemungkinan dijatuhkannya sanksi PBB atas Iran akibat program pengayaan uraniumnya. Logikanya sangat sederhana, tapi mengena, “Bila nuklir itu berbahaya, mengapa ada pihak yang dibiarkan menggunakannya? (Tapi) Bila nuklir itu berguna, mengapa ada pihak yang tidak diperbolehkan menggunakannya?”

  13. Ahmadinejad masih relatif muda, pekerja keras, punya loyalitas tinggi kepada negara, bangsa, juga ideologinya. Sehingga ia tak pernah panik menghadapi ancaman asing, apalagi sibuk mengklarifikasi tuduhan “fundamentalis” dan semacamnya.
  14. Loyalitasnya kepada masyarakat ia buktikan, ketika menjabat walikota Teheran, sebelum terpilih menjadi presiden, ia merelakan rumah dinasnya digunakan sebagai museum publik. Sementara ia pilih tinggal di rumah pribadinya yang sederhana.
    Ia juga memperpanjang sendiri jam kerjanya dari pagi hingga menjelang maghrib dan melanjutkan kerja di rumahnya hingga pukul 12 malam. Agar siapa pun warga bisa mengadu langsung padanya, dengan masalah apa pun.
    Ia juga bangga bisa menyapu sendiri jalan-jalan kota, dan tanpa segan turun dari mobilnya demi membersihkan selokan yang mampet. Dengan tangannya sendiri.

  15. Walau orang sudah menjadi orang “penting”, ia tetap hidup secara sederhana.
  16. Ketika menjabat walikota, ia tinggal di gang buntu. Bersepatu butut dan itu-itu terus, bolong di sana-sini, mirip yang dipakai tukang sapu jalan di belantara Jakarta. Mobilnya Peugeot keluaran tahun 70an.

  17. Dan yang paling penting, ia bebas KKN.

Itulah sosok Ahmadinejad yang unik (sebagian orang mungkin mengatakannya aneh). Tapi bagi saya, ia merupakan pribadi yang sangat inspiratif. Kepribadian seorang pemimpin bangsa yang semakin hari semakin langka keberadaannya. Namun semakin dicari dan dibutuhkan.

Lalu saya berandai-andai, jika saja Indonesia yang kaya sumber daya ini punya pemimpin seperti dia, pasti Indonesia bisa cepat keluar dari krisis dan maju dengan lebih cepat. Tapi pertanyaannya, mungkin nggak ya? Menurut Anda?

Disarikan dari buku AHMADINEJAD! David di Tengah Angkara Goliath Dunia. Karya Muhsin Labib, Ibrahim Muharam, Musa Kazhim, Alfian Hamzah.

Mengarang Itu Gampang


Begitulah judulnya. Sangat singkat, sederhana, jelas, dan provokatif. Penulisnya Arswendo Atmowiloto. Dedengkot penulis Indonesia berambut gondrong yang khas dengan gaya ceplas-ceplosnya itu.

Sejak membaca kata pengantar, saya (mungkin juga anda) sudah tergoda untuk segera mulai menulis. Mengarang maksudnya.

Begitu masuk ke isi, kita akan disuguhi secara gamblang tentang bagaimana menggarap ilham menjadi ide, membentuk plot, menciptakan tokoh, menyetting tempat, menyisipkan tema, hingga lahirnya karangan. Sebuah tulisan fiksi.

Tak sampai di situ, Arswendo juga mengulas hal yang mungkin dianggap remeh bagi sebagian orang, padahal penting dan berpengaruh jika ingin karangan kita diterima media, yaitu cara menulis yang baik (patuh ejaan dan rapi). Ia juga membolehkan, bahkan menganjurkan, agar seorang pengarang berani mencipta bahasa baru yang belum tercatat di kamus sekalipun. Artinya, ia tidak hanya ngomong seputar membikin karangan doang. Tapi juga cara kerja seorang seniman, mengexplore kreatifitas namun tetap berada di jalur yang benar.

Tak lupa, teknis pengiriman karangan ke media atau penerbit, ia terangkan secara rinci : ukuran kertasnya, margin berapa, aturan bikin paragraf yang harus menjorok ke dalam, bagaimana menulis alamat, mengunakan prangko. Pokoknya komplet deh. Untuk sebagian orang, mungkin ini dianggap cerewet. Tapi menurut saya, justru ia ingin menunjukkan hal-hal “sepele” yang sebenarnya berpengaruh terhadap diterima-tidaknya sebuah karangan di meja redaksi. Ia berkata berdasar pengalaman, bukan hanya teori yang belum dipraktekkan.

Tentang peluang kerja yang bisa dimasuki seorang pengarang, sistem pembayaran honor seorang pengarang, sampai kenapa banyak seniman berdandan nyentrik pun disenggolnya pula. Walau porsinya cuma sedikit.

Singkatnya, ia tak hanya mengulas tuntas perihal karang-mengarang, tapi juga bagaimana kehidupan seorang pengarang dan bagaimana ia dihidupi hasil karangannya. Lebih tepatnya, ia bicara tentang dunia kepengarangan secara hampir menyeluruh.

Buku ini cukup inspiratif dan praktis. Saya teringat buku sejenis yang juga membahas teknik menulis karangan (fiksi), Berguru Kepada Sastrawan Dunia karya Josip Novakovich. Dibanding buku Josip yang terjemahan (bahasa aslinya Inggis), Mengarang Itu Gampang lebih bisa dinikmati karena memang panulisanya asli orang kita. Sehingga bahasanya bernuansa Indonesia asli. Bahasa keseharian yang telah akrab di telinga kita.

Format penulisan buku yang dirancang dalam bentuk tanya-jawab, akan memuaskan rasa ingin tahu pembacanya, dan biasanya akan merangsang untuk melontarkan pertanyaan lanjutan. Di sela-sela penjelasan teknis, Arswendo selalu menyertakan contoh. Dengan maksud agar mudah dipahami pembaca, apa yang sedang ia omongkan.

Arswendo piawai meramu materi teknis dan mengemasnya dengan bahasa yang cair dan komunikatif. Membuat pembaca tak perlu sampai mengerutkan kening untuk memahaminya. Beberapa tulisan diselingi humor dengan gaya khasnya yang sedikit “nakal”, membuat pembacanya tetap fresh dari sejak halaman pertama hingga akhir kalimat. Arswendo banget lah!

Maka sudah sepantasnya jika buku setebal 118 halaman ini laris di pasaran. Terbukti sejak cetak perdana tahun 1982, Gramedia telah mencetak ulang beberapa kali (buku yang saya baca adalah cetakan ke delapan, tahun 2003). Tidak menutup kemungkinan hingga sekarang dan beberapa waktu ke depan akan mengalami cetak ulang lagi.

Bagi anda yang tertarik untuk mempelajari teknis penulisan fiksi, atau bercita-cita menjadi penulis fiksi, saya sarankan untuk membaca buku ini. Walau Arswendo mengakui sendiri bahwa : “Buku semacam ini tidak berpretensi untuk melahirkan pengarang-pengarang...”. Tapi ia ingin menunjukkan, “…Bahwa mengarang juga pekerjaan yang mulia. Jauh lebih mulia dari menganggur dan sekedar berangan-angan tanpa menuliskan.”

Selamat mengarang.

Mari Bertindak Tak Masuk Akal! (Bagian. 2)

Dalam postingan sebelumnya, saya telah mengajak anda untuk berbuat tak masuk akal. Dalam arti, jangan ragu melakukan sebuah perbuatan yang mengandung kebenaran (truth), walaupun terkesan “menyimpang” dari kebiasaan orang kebanyakan. Anda boleh punya mimpi apa saja. Walau saat ini anda seolah tak punya “modal” untuk mewujudkan mimpi anda tersebut.

Asalkan anda yakin sepenuh hati, maka sebuah mimpi yang tak bisa dinalar pun bisa terjadi. Sudah banyak buktinya. Anda bisa mencari sendiri contoh nyata di lingkungan tempat tinggal anda sendiri.

Oke, saya lanjutkan pembahasan tentang tindakan yang tak masuk akal, tapi baik. Kali ini saya ingin membahas mengenai , lagi-lagi, perbuatan tak masuk akal versi lain. Dan ketidakmasukakalan yang akan saya bahas ini bahkan bisa menghasilkan uang! Ah, yang benar saja?! Tentu saja.

Nah, sekarang saya tanya : Apa yang ada di pikiran anda perbuat ketika mendengar kata sampah? Saya yakin, pasti anda akan berpikir bahwa sampah harus dibuang, kalau perlu dibakar, sebagai kotoran yang harus dilenyapkan. Singkatnya, sampah adalah masalah.

Tapi tidak bagi Kasmi (52), ibu rumahtangga asal Ciputat, Tangerang, Banten yang justru menganggap sampah sebagai peluang usaha yang menjanjikan. Dari sampah plastik bekas bungkus kopi dan pengharum pakaian, ia mampu merintis usaha kerajinan tas beromzet sekitar 20 sampai 40 juta per bulan. Dengan konsumen hingga Dubai, Singapura, Australia, dan Amerika Serikat (Kompas, 25 Januari 2009). Sekarang anda percaya kan, bahwa tindakan “tak masuk akal” bisa menghasilkan uang?

Nah, inilah yang saya maksud dengan tindakan tak masuk akal versi lain. Yaitu tentang kreatifitas. Ada lagi contohnya.

Ketika manusia jaman dulu masih mencatat dengan getah tumbuh-tumbuhan, mereka terpikir untuk alat tulis yang lebih praktis. Maka dibuatlah pensil dan pena. Ketika orang ingin menulis lebih banyak dengan tulisan yang tetap rapi, terciptalah mesin ketik. Tapi ternyata, penulis yang menggunakan mesin ketik akan menemui kendala bila sering melakukan kesalahan dalam menulis. Maka terpikirkan untuk menciptakan mesin ketik yang bisa menghapus tulisan tanpa mengotori. Jadilah mesin ketik elektronik alias komputer. Ketika aktifitas manusia semakin mobile, komputer dirasa tak lagi support dengan kegiatan mereka. Karena tak bisa dibawa kemana-mana. Maka muncul inovasi berupa komputer jinjing alias laptop yang fleksibel dibawa kemana-mana. Waktu berlalu, laptop pun masih dirasa kurang praktis karena berbentuk kotak lebar. Manusia kreatif tak juga puas dengan komputer yang bisa dilipat. Saat ini tengah dikembangkan laptop yang bisa digulung bernama Rolltop yang semakin ringkas dan ringan. Bahkan ketika digulung, Rolltop tampak seperti botol minum. Bukan mustahil kelak akan muncul komputer yang bisa dilipat hingga bisa nyemplung di saku. Tak masuk akal memang. Tapi nyatanya ide kreatif yang awalnya terkesan tak masuk akal itu bisa diwujudkan juga. Itulah hebatnya kreatifitas yang dimiliki orang-orang kreatif.

Manusia kreatif selalu punya inovasi, berani mengambil resiko, serta menyikapi lingkungan dengan sudut pandang yang "berbeda". Pikiran mereka tidak terbelenggu oleh kebiasaan-kebiasaan yang konsisten.

Anda tak perlu berpikir ngotot untuk membuat suatu barang yang hebat dan canggih agar bisa dikatakan kreatif. Kreatif bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari secara sederhana. Misal : anda bisa membuat tempat pensil dari bekas kaleng susu, menyulap batok kelapa sebagai asbak, atau mengumpulkan kertas bekas fotocopyan sebagai buku catatan kuliah (seperti yang saya lakukan. hehehe,..).

Berikut adalah beberapa sifat / kebiasaan yang dilakukan orang-orang kreatif:
1. Jangan mudah puas dengan kebiasaan yang sudah berlaku umum.
Seringkali manusia kreatif justru merasa tak nyaman dengan keteraturan kebiasaan yang berulang secara konsisten. Mereka akan menganggap itu sebagai sebuah rutinitas monoton yang membosankan. Lalu menggantinya dengan cara baru yang dianggap lebih efektif dan menantang, walau tindakan itu dianggap tidak pada umumnya.
Ambil contoh. Jika anda seorang pendidik (guru), tak ada salahnya “melawan” pakem yang sudah dilakukan umumnya guru di manapun tempatnya, secara turun temurun, yaitu : Guru menerangkan, murid diterangkan. Cobalah sekali waktu memberi kesempatan kepada murid-murid anda untuk menerangkan di depan kelas, sementara anda ikut bergabung dengan murid lain yang diterangkan. Lakukan diskusi, jangan anda terus yang memonopoli.
Metode ini sudah jamak diterapkan di bangku perkuliahan. Hasilnya? Banyak tumbuh mahasiswa kritis dan aktif. Tak ada salahnya metode ini dirapkan di bangku sekolah, dengan beberapa penyesuaian.

2. Berani melawan arus.
Sudah menjadi hal yang lumrah, bila suatu ketika anda mendapat cibiran dari banyak orang karena anda bertindak tidak biasa. Dianggap berperilaku menyimpang.
Ambil contoh. Bila anda seorang pelajar atau mahasiswa, tugas utama anda adalah belajar. Kebanyakan mereka akan belajar habis-habisan sampai larut malam saat musim ujian tiba. Sebaliknya, mereka akan santai menikmati hidup ketika dirasa ujian masih jauh datangnya.
Sekarang cobalah anda belajar setiap hari. Tak usah ngoyo, tapi lakukan secara trep. Tindakan ini “beresiko”. Anda bisa dikatakan senewen belajar dan kuper oleh teman-teman anda. Tak masalah. Ketika ujian tiba, buka buku sekedarnya saja. Sekedar mengingat apa yang anda pelajari setiap hari.
Kalau mau lebih ekstrem, anda bisa jualan alat tulis sesaat sebelum jam ujian dimulai. Seringkali para peserta ujian yang tegang semalaman justru kelupaan bawa alat tulis. Bukankan ini peluang bagus? Apalagi di saat istirahat anda bisa berjualan jajanan keliling ke kelas-kelas. Peserta ujian yang merasa waktunya eman terbuang, akan menggunakan waktunya untuk belajar. Sehingga mereka akan malas hanya untuk sekedar njajan ke kantin. Mereka pasti akan merasa terbantu dengan jajanan “siap antar” dari anda. Anda untung, mereka pun senang karena terbantu. :>

3. Suka “mengkhayal”, lalu mengaplikasinya dengan sebuah action.
Orang kreatif juga seorang pengkhayal. Tapi tidak sebatas khayalan kosong, mereka merealisasikannya menjadi sebuah kenyataan. Penulis novel maupun cerpen sering mengumbar imajinasi sebagai bahan dasar karya mereka. Hingga lahir karya luar biasa. Juga seorang pelukis yang menuangkan imajinasinya ke dalam kanvas. Dan masih banyak lagi profesi menggunakan khayalan sebagai modal utamanya.

Setiap orang dibekali insting kreatifitas sejak dari sononya, termasuk anda. Anda cuma tinggal mempraktekkannya saja. Keputusan ada di tangan anda.

Selamat mencoba dan selamat datang di dunia kreatifitas! ;-D

Mari Bertindak Tak Masuk Akal! (Bagian. 1)

“Teman-teman, ada seorang yang bisa makan sepeda sampai habis. Itu dilakukannya karena ia begitu semangat, agar namanya bisa tercatat di buku rekor dunia,” begitu kata Mas Gigih, dosen saya, dengan penuh semangat. Suatu hari ketika memulai sesi kuliah kami. “Ah, yang benar saja..Tak masuk akal!” batinku, tapi toh tetap takjub juga dengan cerita dosen saya itu. Seolah mengerti keraguanku, Mas Gigih pun segera menambahkan, “Kalau tak percaya, silakan cari di internet”.

Beberapa hari kemudian, saya buktikan ucapan “tak masuk akal” dosen saya itu. Ternyata benar! Orang yang makan sepeda itu benar-benar ada! Namanya Michel Lotito. Ia berasal dari Prancis. Ia juga dikenal sebagai Monsieur Mangetout (Tuan makan segalanya). Karena tidak hanya sepeda, tapi ia juga sanggup makan televisi, bahkan pesawat Cessna 150. Gila! Sungguh ketidakmasukakalan yang nyata terjadi.

Kawan, banyak peristiwa tak masuk akal yang terjadi di dunia ini. Sayangnya, sejak kecil saya (mungkin juga anda) selalu dibiasakan dengan segala hal yang harus bersifat logis, masuk akal. Seperti, “Orang ganteng, jodohnya cantik”, “Anak yang selalu juara 1 di klas, pasti hidupnya kelak akan sukses. Bergelimang kebahagiaan. Sementara yang biasa-biasa saja, atau bahkan bodoh dalam pelajaran, kelak hidupnya akan dibelit kesusahan”, dan seterusnya. Pemahaman-pemahaman seperti itulah yang akhirnya tertanam di alam bawah sadar hingga membuat kita selalu bertindak penuh keraguan. Cari aman saja dengan melakukan tidakan yang umumnya dilakukan banyak orang. Karena kalau bertindak di luar kebiasaan orang pada umumnya, akan dianggap tidak wajar. Tak peduli walau yang kita lakukan merupakan suatu kebenaran (truth). Apesnya, istilah wajar yang diamini banyak orang belum tentu merupakan sebuah kebenaran (truth), meski itu benar (true). Tapi yang pasti semua orang setuju, karena memang seperti itulah yang umumnya terjadi. Singkatnya, yang berlaku umum di masyarakat itulah yang sering dianggap benar selama ini. Bingung? Nikmati saja. Itu artinya otak anda masih berfungsi normal. Hehe,.

Contoh kongkritnya seperti ini. Saya ingat sekali tentang realitas kewajaran yang begitu kuat tertanam dalam benak masa kecil saya dulu. Akibatnya, begitu menginjak SD saya tak berani lagi bercita-cita. Seolah cita-cita saya nyangkut di bangku Taman Kanak-kanak. Kenapa bisa begitu? Karena sejak saya bisa berhitung, saya pun mulai dibiasakan berspekulasi tentang betapa cita-cita juga butuh biaya. Bukan asal nyeplos sekenanya tentang profesi keren yang selalu nampak basah digenangi duit melimpah. Kalo sudah nyrempet-nyrempet masalah biaya, secara otomatis program dalam tubuh saya bunyi : “Saya tak mungkin bisa kuliah. Biayanya mahal. Uang dari mana?”. Begitulah bunyi sebuah program otomatis akibat efek terlalu berfungsinya logika. Saya anak seorang petani, maka sudah sewajarnya kalau kelak saya pun harus jadi petani. Begitulah logikanya.

Saya sering iri melihat teman saya yang ibu-bapaknya seorang PNS. Ia selalu punya rencana jangka panjang dan terstruktur mengenai pendidikannya. Bisa milih semaunya kepingin sekolah di mana. Hebatnya, rencana-rencana itu telah ia persiapkan sejak SD : Ia akan sekolah di SMP berapa, SMU mana, kuliah di mana-jurusan apa, semua sudah jelas. Ibarat seorang pengembara yang sudah punya data lengkap tentang tempat yang dituju, berikut peta daerah tujuan. Otaknya seperti telah sengaja diset-up sejak dini tentang masa depan. Karena sekali lagi, bapak-ibunya seorang PNS. Perihal biaya kuliah tak begitu jadi beban baginya.

Sementara saya, cuma punya gambaran (bukan sencana) paling banter sekolah sampai setingkat SLTA. Kenapa? Lagi-lagi masalah biaya. Dan lagi, sesuai dengan yang sering ditanamkan di alam bawah sadar saya, “Apapun sekolah saya nanti, ujung-ujungnya pasti jadi petani”. Maka lebih baik sesegera mungkin saya lempar jauh-jauh keinginan saya untuk kuliah. Sebuah keinginan yang terlalu lux, tak masuk akal. Itu yang bikin saya “iri” dari teman saya yang anak pegawai negri.

Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Jalan hidup saya, sampai saat ini, kalau dipikir-pikir sangat tak masuk akal. Tapi toh terjadi juga. Saya, yang cuma anak petani ini, yang awalnya tak punya gambaran untuk kuliah, justru dapat kesempatan kuliah 2 (dua) kali. Dua-duanya gratis SPP. Malah yang satu, sudah gratis, saya masih dijatah uang setiap bulan dari kampus. Sebuah kesempatan emas dan langka, jauh lebih mudah menemui tanggal 29 februari. Oh, betapa beruntungnya aku ini. It’s amazing for me! Lho, kok jadi curhat? Lalu apa hubungannya dengan judul tulisan saya? Haha,.

Itulah kawan. Di dunia ini banyak hal terjadi tak sejalan dengan logika. Anda tentu pernah melihat, orang yang sulit dikatakan rupawan tapi punya pasangan yang rupawati. Dua lagi! Sungguh tak tau diri. Hehe,. (yang merasa jangan tersinggung ya..).

Ada pula orang yang cacat fatal (nyaris tanpa tangan&kaki) tapi kehidupannya diliputi semangat & kebahagiaan. Hidupnya banyak menginspirasi orang normal. Dan tak sedikit yang bilang, ia adalah contoh orang sukses yang sebenarnya. Sebaliknya, banyak orang yang normal fisiknya, tapi “tak bisa apa-apa”. Nyala semangatnya telah padam, bahkan ketika jasadnya masih hidup. Jangankan mengurusi orang lain, mengurus dirinya sendiri saja tak becus. Bukankah ini tak masuk akal?!

Maka itulah kawan. Begitu anda selesai membaca tulisan saya ini, jangan takut untuk berpendirian dan bertindak yang tak masuk akal. Jika anda yakin itu sebuah kebenaran&tidak merugikan orang lain, lakukan saja. Ketika ada orang dengan cara berpikir “pada umumnya” mengkritik anda, jangan ditanggapi serius. Jangan pula semangat anda jadi kendur hanya karena caci maki penonton. Teruskan saja lah.

Buktikan, bahwa anda telah berada di jalan yang tepat. Walau itu kelihatan tak masuk akal bagi kebanyakan orang. Yakinlah, setiap apa yang anda impikan bisa diwujudkan. Karena tak ada yang tak mungkin bagi Tuhan. Dan tak satu pun makhluk bisa menghalangi kehendakNya.

“…apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata padanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.” (Al-Quran).


Nah, bagaimana menurut anda? Adakah kejadian tak masuk akal dalam hidup anda? Mari saling berbagi inspirasi di sini. Saya tunggu cerita anda.

Kalau Mau Sukses, Libatkan Hati Anda Dalam Bekerja


"Jadi sukses itu mudah. Tak sesulit yang pernah anda pikirkan. Tapi dengan syarat, anda harus rela mengijinkan kesuksesan menghampiri anda“.

Begitulah salah satu point yang saya tangkap dari pemikiran Erbe Sentanu dalam bukunya : Quantum Ikhlas. Sukses ataupun gagal, bukan semata ditentukan oleh usaha manusia, apalagi kehendak takdir. Itu kurang tepat! Kesuksesan adalah pilihan manusia itu sendiri. Apakah ia rela untuk benar-benar sukses, atau ia malah ragu dan eggan kesuksesan menghampirinya. Anda bingung? Awalnya saya juga begitu. Oke, mari kita gunakan contoh saja. Biar lebih mudah dipahami.

Pernahkah anda melihat orang yang kaya-nya sampai naudzubillah? Orang yang terlihat semakin hari semakin bertambah kekayaannya. Umumnya, orang-orang seperti mereka itu suatu ketika pasti pernah mengalami kegagalan dalam usaha. Namun mereka berhasil bangkit dan kembali meraih kekayaan mereka lagi. Sepertinya, keberuntungan tak mau jauh-jauh dari orang kaya.

Lalu sebaliknya, pernahkah anda melihat seorang yang dari dulu hidupnya seperti tak pernah lepas dari kemlaratan? Kelihatannya, dari dulu tak pernah ada peningkatan. Padahal, ia nampak bekerja sangat keras. Tapi seolah-olah, ia sudah di-plot Tuhan sebagai hambaNya yang miskin. Benarkah itu semua terjadi semata karena takdir?

Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Takdir, jika itu memang sudah terjadi. Tapi itu juga bukan semata kehendak takdir, karena_kalau mau_itu bisa dirubah.

Quantum Ikhlas menjelaskan, bahwa pikiran dan (terutama) perasaan manusia secara kuat dan otomatis, menarik segala bentuk energi yang ada di alam semesta. Seperti magnet. Bedanya, kalau magnet menarik yang berlawanan kutub, pikiran dan perasaan menarik energi yang sejenis. Positif menarik positif, negatif menarik negatif. Sekali lagi, semua itu terjadi secara otomatis! Suka tidak suka. Inilah yang kemudian disebut sebagai Hukum Tarik-Menarik yang berlaku di alam.

Dari sini bisa dipahami mengenai istilah :"Orang kaya semakin kaya. Orang miskin semakin miskin”.

“Orang kaya semakin kaya”, karena pikiran mereka selalu dipenuhi oleh semua kekayaan yang mereka miliki. Apalagi jika hatinya pandai bersyukur, maka kekayaan akan semakin deras mengerubunginya. Otomatis.

Demikian juga dengan fenomena, “Orang miskin yang semakin miskin”. Semakin keras ia bekerja, tapi jika pikirannya selalu penuh dengan segala hal yang tidak ia punyai, maka semakin miskin lah yang ia dapatkan. Terlebih bila perasaannya selalu diliputi keluhan dan Ia begitu rajin menkomplain Tuhan. Sesuai hukum Tarik Menarik, maka kemiskinan lah yang semakin erat mengakrabinya. Karena energi dari pikiran dan perasaan yang ia lepaskan ke alam berupa energi negatif. Sebab Tuhan lebih mengabulkan apa yang dipikirkan dan dirasakan seseorang, bukan yang ia ucapkan atau kerjakan.

Ingat, Hukum Tarik Menarik terjadi secara otomatis. Alam tak kan pernah menanyai anda terlebih dulu, apakah anda suka dengan yang akan menimpa anda. Tapi alam memberi apa yang anda minta melalui pikiran dan (terutama) perasaan anda. Seperti kerja gravitasi. Ketika anda melepaskan gelas dalam genggaman, gelas pasti jatuh dan pecah. Terlepas dari apakah anda suka atau tidak suka. Karena itu terjadi otomatis! Walau gravitasi tak terdeteksi panca indra, tapi ia ada dan bereaksi di alam.

Buku Quantum Ikhlas tidak hanya menyingkap rahasia Hukum Tarik Menarik yang ada di alam. Di sini juga dibahas, bahwa pikiran berdasarkan aspek kesadarannya dibagi menjadi dua bagian : sadar dan bawah sadar.

Pikiran sadar yang dimaksud adalah ketika seseorang sedang berpikir menggunakan otaknya. Padahal kekuatan otak ini hanya mengusai 12% dari keseluruhan kekuatan pikiran manusia. Lha yang 88% ke mana? Kekuatan mayoritas pikiran manusia merupakan kekuatan bawah sadar yang secara umum hanya muncul dalam bentuk perasaan. Dengan kata lain, perasaan jauh lebih bertenaga dalam menarik segala energi dibanding pikiran manusia.

Erbe Sentanu begitu cerdas menuntun pembacanya pada realitas yang selama ini mungkin telah disalahpahami oleh banyak orang. Hebatnya, ia tak hanya bicara mengenai pembahasan yang abstrak, tapi juga menyertakan contoh-contoh kongkrit yang bisa dibuktikan secara empirik, melalui penelitian-penelitian para ahli Ilmu Alam. Bagi yang alergi dengan buku-buku dengan bahasa menasehati atau justru anti dengan buku yang bahasanya terlalu teknis, Quantum Ikhlas adalah pilihan tepat. Karena fakta-fakta ilmu pengetahuan alam yang digunakan sebagi pendukung pemikirannya begitu kredibel dan lumayan komplit. Selaras dengan ajakannya untuk memahami kembali fitrah manusia yang diciptakan Tuhan.

Bagi anda yang ingin tahu lebih banyak rahasia sukses dunia-akhirat, silakan cari di buku ini. Dijamin anda akan sering-sering berpikir, “Oww..ternyata gitu to..”.

Nah, apakah anda bingung dengan penjelasan saya? Penasaran? Atau malah sudah membaca dan memahaminya? Saya tunggu komentarnya..

10 Kelebihan Penulis Dibanding Pekerjaan Lain

(sumber gambar:http://frantau.files.wordpress.com)
“Kenapa sih kamu ngebet banget pingin jadi penulis?” lagi-lagi pertanyaan seperti itu menghampiri saya. Sudah beberapa kali sebenarnya saya ditanyai teman, dengan pertanyaan serupa. Kalimatnya sih tidak sama persis, tapi intinya ya tentang itu.

Mereka tanya, mengapa kok saya merawat obsesi “tidak wajar”, jadi seorang penulis (setidaknya penulis masih jadi profesi langka dan asing di desa saya). Padahal, profesi yang lagi in di kalangan pemuda jaman sekarang kan jadi PNS, bahkan yang lebih “ekstrem”, jadi artis.

Profesi pertama dipilih karena relatif aman. Gaji tetap dibayar full walau ,mungkin, sering absen. Yang berprestasi atau yang cuma masuk sekedar ngisi presensi, gajinya imbang. Dan pastinya, sudah nggak kerja pun masih dibayar! Alias nrima pensiunan.
Profesi kedua dipilih karena akhir-akhir ini, mayoritas remaja kita punya bakat yang sama, yaitu narsis. Jadi artis merupakan jenis pekerjaan yang tepat untuk menyalurkan bakat. Lalu kalau penulis? Bah, apa pula itu?!

Baiklah, ini alasan saya mengapa getol banget pingin jadi penulis.
1. Saya hobi baca, otomatis suka nulis.
Seperti yang pernah saya ungkapkan dalam posting sebelumnya, bahwa saya telah kecanduan membaca. Membaca bukan lagi menjadi hobi, tapi kebutuhan. Seperti juga kebutuhan makan dan minum. Maka kebutuhan menulis menjadi efek samping yang otomatis menjangkiti saya, setelah kebutuhan membaca.

2.Senang rasanya bisa menyentuh hati orang lain dengan pikiran kita, melalui tulisan.

Saya teringat akan novel Laskar Pelangi yang sempat membuat seorang remaja di Bandung “tobat” gara-gara tersentuh hatinya setelah membaca karya Endrea Hirata itu. Nah, saya juga ingin seperti Andrea yang bisa menyentuh hati orang lain melalui tulisan. Hehe,..

3.Penulis, asal ditekuni juga bisa punya penghasilan lumayan dan relatif cepat.

Kenapa saya bilang lumayan? Karena penghasilan yang didapat dari jual tulisan tak bisa dibilang sedikit. Rowling, si pencipta tokoh fiktif Harry Potter yang kesohor itu bahkan bisa menjadi penulis terkaya di dunia dengan pengasilan $ 9 per detik! Tinggal mengalikan berapa pengasilannya sehari, sebulan, dan seterusnya.
Walaupun di Indonesia belum ada yang seperti itu, dan sangat mungkin masih kalah dibanding gaji seorang menteri, setidaknya masih cukup untuk hidup sedikit di atas pas-pasan di kota se-kecil Blitar, tempat tinggal saya.
Kenapa saya bilang relatif cepat? Kita tak perlu nunggu lulus sekolah atau kuliah jika mau menulis&dapat uang. Kalau niat, bisa saja cari ilmu sambil nyambi jadi penulis. Bandingkan dengan jenis usaha konvensional lainnya yang membutuhkan konsentrasi khusus, sehingga sulit untuk disambi mengerjakan aktifitas lain.

4.Jadi penulis tak butuh kekuatan otot, masa pensiun lebih lama.

Jelas sekali bahwa menulis tak begitu mengandalkan kekuatan otot. Pekerjaan ini sangat pas bagi orang-orang yang tak punya badan kekar, termasuk saya tentunya. Dan lagi, karena kekuatan otot bukan modal utama, masa pensiunnya pun lebih awet. Asal jari tangan masih bisa digerakkan, menulis masih bisa dilakukan. Rosihan anwar sudah membuktikannya. Walau usianya tak lagi muda, tapi tulisannya tak berkurang kualitasnya.

5.Pekerjaan menulis tak banyak menyita banyak waktu.

Dengan jadi penulis, saya masih punya banyak waktu untuk melakukan hobi lain; sms-an, baca buku, bercocok tanam, juga godain si hitam-putih_kucing kami satu-satunya_yang suka sewot kalau dicolek. Hehe,.

6.Penulis tidak terikat waktu.

Jadi penulis lepas, bebas dari kekangan waktu. Tak ada aturan harus mulai jam sekian& selesai sekian jam, tidak. Walaupun dengan disiplin hasilnya bisa lebih bagus, tapi itu bukan syarat mutlak.

7.Penulis tidak menggantungkan hidupnya pada ijazah, saingan lebih sedikit.

Saya tak ingin menyerahkan nasib pada ijazah, seperti mayoritas penduduk kita yang PDnya melesat ketika ijazah S1 dan seterusnya sudah digenggam. Seolah-olah itulah kunci kesuksesan hidupnya. Padahal ijazah bukan jaminan masa depan cemerlang. Nggak percaya? Buktinya, di negri ini ada ratusan ribu sarjana nganggur. Tercatat di tahun 2009 ada 900.000 lebih sarjana menganggur (sumber : www.menkokesra.go.id).
Dengan jadi penulis, nggak perlu pusing mikirin ijazah belum keluar. Atau bahkan tak punya ijazah tinggi. Gak pernah ada ceritanya penerbit tanya, “Anda lulusan mana?” atau “Anda lulusan apa?”. Asal tulisan bagus, pasti ditrima. Bahkan Ajip Rosidi, seorang penulis jempolan negri ini ternyata SMA saja tak lulus.
Dan lagi, jadi penulis saingannya relatif sedikit. Saya yakin, dalam satu sekolahan ketika ditanya cita-cita, pasti tak ada seperempatnya yang kepikiran jadi seorang penulis. Bahkan profesi penulis kalah ngetrend dibanding profesi idaman di desa saya(mungkin juga di lingkungan anda), yaitu jadi TKI ke negri ginseng/jepang&jadi seorang PNS! Setuju?

8.Jadi penulis juga tak terikat tempat.

Di manapun juga, kita tetep bisa kerja (nulis) asalkan otak masih meringkuk dalam tempurung kepala. Hehe,..

9.Penulis tak butuh banyak modal.

Menjadi penulis tak butuh modal besar, seperti jamak terjadi pada jenis usaha konvensional. Juga tak butuh ketrampilan handal. Modal utamanya adalah : cukup bisa baca dan menulis, ya sudah. Kalau butuh beli pulpen dan kertas, itu wajar. Namanya juga usaha..

10.Penulis tetap hidup, walau sudah jadi mayat.
Mohon jangan salah paham. Yang saya maksud adalah seorang penulis masih bisa dikenal orang lain melalui tulisannya, walaupun ia sudah meninggal. Masih bisa bercakap-cakap dengan pembaca tulisan kita. Jika tulisan kita bermanfaat, insyaAllah itu akan menjadi ladang amal yang takkan terputus memberi manfaat kepada penulisnya.

Nah itulah alasan kenapa saya masih saja terobsesi menjadikan penulis sebagai profesi idaman. Dan ngeblog seperti ini, menjadi sarana untuk mengasah kemampuan. Bagaimana dengan anda? Apakah ada yang ingin menyanggah atau malah ingin menambahi?